Bagaimana Cara Menjadi Orang Yang Bersyukur
Menjadi Orang yang Bersyukur
Hakikat Syukur
Hakikat syukur
adalah nampaknya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada seseorang
berbentuk pujian dalam lisan, pengakuan dalam hati dan ketundukan anggota
badan. (Majmu’ Fatawa 14/304, Tafsir as–Sa’di 4/204)
Macam-macam nikmat dan hakikatnya
Nikmat ada dua
macam:
- Nikmat
mutlak yang
khusus diberikan kepada orang beriman. Yaitu nikmat yang berhubungan
dengan kebahagiaan abadi seperti nikmat Islam dan Sunnah yang kita
diperintahkan untuk memintanya setiap shalat. ( al-Fātihah: 7,
an-Nisā’: 69)
- Nikmat
terbatas yang
diperoleh oleh setiap mukmin dan kafir, taat dan jahat seperti nikmat
kesehatan, kekayaan, jabatan, anak yang banyak dan istri yang menarik.
Nikmat ini merupakan pemberian Allah bagi semua makhluk-Nya.[1]
Nikmat dan
musibah adalah ujian dari Allah untuk disyukuri. Bukanlah nikmat yang banyak
pertanda Allah mencintai seseorang, demikian pula bukanlah musibah yang
bertubi-tubi pertanda ia dimurkai dan dihinakan. Musibah juga merupakan nikmat
bagi seorang mukmin karena dapat menghapus dosa dan akan membuatnya bersabar
sehingga mendapat pahala. Karena itu tatkala seorang mukmin ditimpa musibah ia
bersabar dan ketika diberi nikmat ia bersyukur. Namun jika ia tidak bersabar
dan tidak bersyukur maka keduanya berakibat jelek baginya. Bahkan bisa jadi itu
adalah istidraj.
Bersabar dari
ujian kesenangan dan mensyukurinya serta berbuat baik dengannya lebih berat
dirasakan oleh jiwa daripada bersabar dari musibah atau hal-hal yang tidak
disukai. Karena nikmat yang menyenangkan kebanyakan bersifat melalaikan
seseorang. Kebanyakan nikmat harta dan rezeki akan mengantarkan kepada
kesombongan dan pelit bersyukur, di samping juga menghamburkan harta atau
sebaliknya, menjadi bakhil. Demikianlah. Semua nikmat Allah tidak akan lepas
dari ujian, kecuali bagi hamba yang mengingat Allah dan dijaga oleh-Nya.
Bagaimana kita bersyukur?
Syukur dan iman
adalah setangkai sebagaimana kufur dan tidak bersyukur selalu bergandengan.
Lantas, bagaimana kita bersyukur?
Manusia tidak
akan bisa mensyukuri semua nikmat yang diberikan Allah karena nikmat tersebut
tak pernah terhitung. Karena tidak dapat dihitung, maka tentunya tidak
disyukuri. Bakar bin Abdillah al-Muzani berkata: “Jadilah orang yang berusaha
menghitung nikmat Allah agar bisa mensyukurinya. Jika kamu melupakannya maka
besar kemungkinan engkau akan mengingkarinya.”[2]
Karena itu
nikmat-nikmat tersebut dapat kita syukuri dengan beberapa cara:
- Syukur
hati.
Dengan
mengetahui dan menetapkan bahwa semua nikmat tersebut dari Allah semata, tidak
ada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya. (QS. an-Nahl: 53) Syaikh
Abdur-Rahman as-Sa’di berkata: “Kewajiban bagi makhluk adalah menyandarkan
nikmat kepada Allah baik dengan perkataan maupun pengakuan hati. Dengan begitu
akan sempurnalah tauhid. Barangsiapa yang mengingkari nikmat Allah dengan hati
atau lisannya maka ia telah kafir, tidak punya agama. Barangsiapa yang mengakui
bahwa nikmat tersebut dari Allah namun lisannya terkadang menyandarkannya
kepada Allah dan terkadang menyandarkannya pada dirinya, usahanya atau kepada
usaha orang lain maka wajib baginya bertaubat dan hendaknya menyandarkan nikmat
tersebut hanya kepada Rabbnya serta terus melatih dirinya seperti itu…”[3]
- Syukur
Lisan.
Yaitu memuji
dan menyanjung Allah dengan kecintaan, menampakkan dan menceritakan nikmat
tersebut tanpa riya’ dan sum’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam
bersabda: “Allah ridha dengan seorang hamba yang jika memakan makanan ia
memuji-Nya dan apabila ia minum ia memuji-Nya.” (HR. Ahmad 19/95, ash-Shahihah:
667) Namun syukur lisan tidak akan sempurna tanpa dibarengi syukur hati dan
anggota badan.
- Syukur
anggota badan.
Syukur dengan
anggota badan diwujudkan dengan memanfaatkan anggota badan untuk menaati Allah
dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai bentuk amalan yang
dicintai-Nya, baik yang nampak maupun tersembunyi.[4]
Tatkala
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam shalat malam sampai telapak
kaki beliau bengkak kemudian beliau ditanya: “Mengapa engkau mengerjakan ini,
padahal dosamu telah diampuni yang lalu dan yang akan datang?!” Beliau Shallallahu
‘alaihi was salam menjawab: “Apakah tidak boleh saya menjadi hamba yang
bersyukur?” (HR. Muslim: 2819)
Kenapa manusia sedikit sekali bersyukur?
Di antara
penyebab kurangnya bersyukur adalah:
- Lalai dari
nikmat.
Tatkala nikmat
bertambah akan membuat orang sulit untuk melepaskan diri darinya dan menganggap
bahwa hal itu biasa-biasa saja sehingga membuatnya lalai dari bersyukur. Karena
itu sebagian ulama mengatakan: “Nikmat dari Allah kepada hamba-Nya tidak
diketahui, tatkala dihilangkan barulah ia mengetahuinya”[5]
- Tidak
mengenal hakikat nikmat.
Kebanyakan
manusia mengira bahwa nikmat hanyalah berupa kesehatan dan harta, padahal itu
hanyalah sebagian kecil saja. Mereka melupakan nikmat lain yang sangat berharga
seperti nikmat Islam, penciptaan dirinya, akal, bisa beramal dan beribadah,
nikmat dapat tidur, keamanan, istri yang shalihah, anak, ilmu, nikmat bisa
bersyukur, dan nikmat lain yang sering kita anggap hal biasa.
- Selalu
melihat orang yang di atasnya dalam urusan dunia.
- Melupakan
masa lalunya yang penuh kesusahan.
Kisah tiga
orang bani Isra’il yang belang, botak dan buta perlu untuk dijadikan pelajaran,
karena ternyata yang bersyukur hanyalah yang buta. (Shahih Muslim: 2843)
Begitulah keadaan kebanyakan manusia. Tidak mengakui keadaan mereka sebelumnya
yang serba kekurangan, bodoh, fakir dan penuh dosa kemudian Allah memberikan
nikmat kepadanya dengan mengubah keadaan menjadi sebaliknya.
Supaya kita
bersyukur
- Perhatikan
dan ingat nikmat Allah, karena tidaklah satu detik dari kehidupan kita
kecuali berada dalam nikmat-Nya.
- Memohon
kepada Allah agar dijadikan hamba-Nya yang bersyukur sebagaimana doa
Rasul-Nya yang shalih. (QS. al-Ahqāf: 15, an-Naml: 19)
- Ingatlah
bahwa semua manusia akan ditanya tentang nikmat yang telah diberikan
kepadanya; apakah ia bersyukur?
- Ingat
selalu bahwa jika nikmat disyukuri akan bertambah dan akan hilang jika
diingkari. Fudhail bin ‘Iyadh berkata: “Hendaknya kalian terus bersyukur
karena sedikit sekali nikmat yang hilang dari suatu kaum akan kembali lagi
kepada mereka” (Miftah Daris Sa’adah 1/211)
- Lihat ke
bawah dalam urusan dunia. Sekecil apapun nikmat yang diberikan Allah,
pandanglah sebagai karunia dan keutamaan, bukan sebagai hak kita.
- Selalu
saling mengingatkan tentang nikmat-nikmat Allah. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi was salam pernah bertanya kepada seseorang: “Bagaimana
kabarmu?” Ia menjawab: “Saya memuji Allah bersamamu wahai Rasulullah.”
Beliau berkata: “Itu yang aku inginkan darimu.” (HR. al-Bukhari 11/229-
al–Fath)
Syukur manusia
kepada manusia yang lain
Kita wajib
bersyukur kepada orang tua kita (QS. Luqmān: 14) dan bersyukur terhadap orang
yang berbuat baik kepada kita. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was salam
bersabda: “Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada
manusia.”[6]
Ibnul Atsir
mengatakan: “Maknanya, Allah tidak akan menerima syukur seseorang kepada-Nya
jika ia tidak mensyukuri kebaikan manusia kepadanya. Ada juga yang mengatakan,
maknanya: Barangsiapa yang tabiat dan kebiasaannya mengingkari kebaikan manusia
serta tidak bersyukur kepadanya maka ia juga terbiasa mengingkari nikmat Allah
dan tidak bersyukur kepada-Nya.” (An-Nihayah 2/493)
Semoga Allah
menjadikan kita orang-orang yang bersyukur. Amin.
[1] Madarijus Salikin 1/112, Jami’ur Rasa’il
wal Masa’il 1/109.
[2] Rabi’ul Abrar 4/319.
[3] Al–Qaulus Sadid fi Maqashid at-Tauhid hal.
137-138.
[4] Al-Fawa’id: 234.
[5] Miftah Daris Sa’adah 1/216.
[6] HR. Abu Dawud: 4813, Shahih at-Targhib: 973.
Komentar
Posting Komentar